
24 April 2021 adalah masa terberat yang sangat bersejarah bagi kami seluruh keluarga besar Pondok Pesantren Darul Falah. Bagi Allah swt tidak ada yang tidak mungkin, diantara kekalutan yang melanda antara percaya dan tidak, bahwa yang berbaring didepan kami adalah suami sekaligus Pendiri PP Darul Falah yang sudah tidak bernafas lagi. Ternyata cinta kami selaku santri dan istrinya halnya ta lebih besar dari RaahiimNya kepada Almaghfur. Jika beliau pergi hanya meninggalkan saya sendiri mungkin rasanya takkan seberat ini, ada beribu beban yang harus kami emban, ada amanah besar yang harus kami tunaikan, dan ada beribu hal yang harus kami perjuangkan demi kemashlahatan ummat. Kami merenung dalam diam, bertanya dalam khayal, menangis diatas sajadah dimalam yang amat panjang, bisakah kami meneruskan amanah yang suci ini? Berdiri tanpa ada yang mengimbangi, berjalan tertatih tanpa ada yang membangkitkan, dan berlari tanpa ada yang mengiringi.
Dua tahun ini bukanlah masa yang mudah, masa transisi yang berliku, terkadang seakan dimana terasa kaki kami tak menapak saat beranjak, fikiran kami melayang mengingat semua tentang beliau, tentang semua rasa, semua cerita, semua asa yang pernah kita lalui bersama. Disaat beliau pergi begitu terlihat tulusnya manusia yang begitu mencintai pondok kami ataupun sebaliknya, banyak yang merasa kehilangan, merasa antara percaya atau tidak beliau pergi menyisakan kenangan, tak ayal ada yang melempar batu sembunyi tangan. Disaat inilah titik terendah kami dimulai, ketika hinaan, cacian , dan makian terlempar dihadapan kami, ternyata kami sadar perjuangan beliau dulu lebih dari sekedar dari ini. Perjuangan beliau lebih dari apa yang sedang kami perjuangkan saat ini, banyak hikmah yang harus kita renungi, bahwa berasal dari hinaan, cacian dan makianlah yang membuat kita lebih kuat, yang membuat kita bangkit, membuat kita berjalan meskipun tertatih tatih, membuat kita melangkah meskipun perlahan tapi pasti.
Sejatinya beliau tidak pergi, senyumnya, semangatnya, perjuangannya, inovasinya, asanya, gagasannya semua tetap hidup dalam hati kami, memorinya tetap tersimpan rapi direlung hati. PATAH TUMBUH HILANG BERGANTI Begitulah pepatah yang sering diucapkan untuk mengungkapkan sebuah estafet perjuangan dan nilai-nilai dari sebuah organisasi atau Lembaga. Meskipun sosok kiyai Ridwan Hartiwan takan pernah tergantikan oleh siapapun, namun kehidupan kami harus berjalan sebagaimana mestinya menjadikan anak-anak kami berakhlakul karimah, berbakti pada orangtuanya, serta memenuhi semua pengajaran dan Pendidikan yang layak mereka dapatkan.
Untuk itu para santriwan dan santriwati yang kami cintai kalian harus mengerti, kalian harus faham dan kalian harus menanamkan dalam hati kalian untuk terus istiqomah dalam menjalankan kehidupan dipondok ini karena telah bnyak air mata perjuangan beliau yang amat kita cintai untuk menjadikan kita berada difase ini. Mari kita hormati perjuangan beliau, kita renungi pengorbanan beliau, dengan cara mendoakan beliau agar mendapatkan tempat yang amat mulia yakni JannahNya Allah swt. MASINIS BOLEH BERUBAH NAMUN RELNYA TETAP SAMA.
Terimakasih atas semua warna yang sudah engkau hadirkan dalam kehidupan kami, dua tahun ini beliau memberikan berbagai pelajaran kehidupan yang sesungguhnya. Terimakasih untuk segalanya meskipun belum sesempurna beliau, penyesalan memang datang belakangan, sedangkan kesempatan hanya datang satu kali. Seusai hujan akan terbit pelangi. Kami yakin akan ada waktu yang bisa menyembuhkan luka, akan ada kesempatan yang bisa memperbaiki semuanya, dan akan ada peluang untuk melengkapi segala kekurangan yang kami miliki. Satu hal yang pasti kami akan melanjutkan perjuangan beliau untuk pondok ini, semoga kami kuat meneruskan perjuangannya.
Lahull fatihah…
24 April 2023